Sidang umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat, secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk Indonesia. Mulai tahun 2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs berisi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali. SDGs berisi 17 Tujuan.
Urgensinya SDGs yaitu guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Respon cepat pemerintah Indonesia dalam Implementasi SDGs Global dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Pelokalan SDGs sebenarnya telah dibuka peluangnya sejak awal publikasinya (UN, 2015; UN, Tt). Kesempatan ini dibuka untuk menggalang partisipasi dan kontribusi dari semakin banyak pihak, sehingga mempercepat pencapaian target tahun 2030. Bahkan, ada tanda bahwa pelokalan ini menjadi syarat kesuksesan impementasi SDGs (Servaes, 2017). Mula-mula, dengan melokalkan SDGs global ke dalam SDGs Nasional. Di Indonesia, Perpres 59/2017 menjulukinya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). TPB dilokalkan lalu dilokalkan ke level provinsi dan kabupaten. Di samping itu, pelokalan juga diarahkan pada kelompok-kelompok tertentu, seperti SDGs untuk swasta (Abdulai, Knauf, O’Riordan, 2020).
Yang bisa dipelajari dari upaya pelokalan meliputi:
Bagi desa-desa di Indonesia, pelokalan SDGs menjadi SDGs Desa benar-benar dibutuhkan. Bahkan, SDGs Desa menjadi acuan utama pembangunan jangka menengah desa seluruh Indonesia. SDGs teruji memudahkan pengukuran pembangunan. Ukurannya sendiri menyeluruh terhadap aspek-aspek kehidupan warga dan lingkungannya. Karena itu, pelokalan SDGs sebagai SDGs Desa membuat arah pembangunan desa menjadi jelas dan terinci dalam tujuan-tujuan yang holistik.
Pelokalan SDGs sebagai SDGs Desa mencakup seluruh aspek pelokalan yang sudah pernah dilakukan. Seluruh tujuan dalam SDGs yang telah diindonesiakan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, selanjutnya dilokalkan ke level desa dalam SDGs Desa. Penggunaan bahasa penting: menjadi harus sederhana, merujuk pada pernyataan tujuan, dan rasional untuk dipenuhi (jika pembangunan dijalankan). Tabel 2 menunjukkan diksi yang sengaja dipilih untuk menegaskan tujuan yang hendak dicapai SDGs Desa, dan bisa dicapai desa melalui pembangunan. Alih-alih “mengakhiri segala bentuk kemiskinan”, atau “menghapus kemiskinan”, lebih dipilih diksi yang tepat: desa tanpa kemiskinan. Diksi ini lebih mudah diterima warga desa, karena langsung merujuk pada pembangunan level desa. Diksi ini juga merujuk pada pernyataan tujuan, bukan suatu proses sebagaimana diindikasikan kata kerja berawalan me-.
Meskipun indikator akan dijelaskan rinci pada buku berikutnya, dapat dinyatakan di sini, bahwa indikator diturunkan hanya untuk diukur pada level desa. Ini suatu lompatan kerja, dan tidak ada jalan lain jika pembangunan desa benar-benar hendak diwujudkan secara sistematis. Harus dilakukan pengukuran tersendiri pada level desa, agar data-data yang dikumpulkan bisa diolah untuk pembangunan level desa, sekaligus diakumulasi menjadi indikator daerah dan nasional.
Dalam proses perumusan indikator inilah diketahui salah satu kekurangan SDGs ketika diterapkan untuk memotret pembangunan desa-desa di Indonesia, yaitu ketiadaan indikator konteks pembangunan berupa kondisi khas desa-desa nusantara (Koentjaraningrat, 1971; Laksono, 2009; Rubianto, 1996). Tujuan mendaratkan konsep SDGs pada konteks desa Indonesia ialah agar derap pembangunan desa yang telah dijalankan tidak lenyap akibat pengukuran yang bersifat global, nasional, dan daerah (Li, 2002; Sajogyo, 1977). Contohnya, kekhasan elan vital religi dan kesalehan sosial perlu diunggulkan (Duc, 2017). Begitu pula kinerja lembaga-lembaga khas yang muncul di desa-desa di Indonesia, seperti Badan Usaha Milik Desa. Dari kebutuhan inilah kemudian dirumuskan SDGs Desa ke 18: Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Guna memudahkan komunikasi di desa, maka sebutan atas seluruh tujuan pembangunan desa ini ialah SDGs Desa. Diksi SDGs tetap digunakan karena ringkas, bisa lebih cepat familiar, bahkan untuk warga desa sendiri, ketimbang rumusan yang panjang dan tidak khas, misalnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Tingkat Desa. Sosialisasi awal terhadap SDGs Desa menunjukkan antusiasme yang tinggi untuk memahaminya, sebagaimana berkembang menjadi webinar-webinar; ini menunjukkan arti penting pilihan diksi SDGs Desa. Tambahan kata “Desa” merujuk pada pembangunan desa, yang benar-benar berwujud pembangunan pada level desa, yang bisa dirumuskan sendiri pada masing-masing desa, melalui data-data spesifik SDGs Desa, bukan data pinjaman dari luar desa. Ketersediaan data individu, keluarga dan RT di dalam desa memungkinkan perumusan pendapatan domestik desa, yang berisi nilai tambah kegiatan ekonomi di dalam desa. Ini memungkinkan, karena entitas usaha ekonomi di desa sangat banyak, terutama dikompilasi dari usaha puluhan hingga ribuah keluarga-keluarga dalam satu desa. Tentu menjadi terbuka luas rumusan detil pembangunan desa. Semua ini bagian dari ikhtiar guna mengembangkan konsep pembangunan menjadi lebih kecil, lebih lokal, level desa, langsung kepada warga, dengan pendekatan utama partisipatoris, yang praktis untuk digunakan, sehingga warga desa cepat memperoleh manfaatnya.
SDGs Desa Nomor 1 Desa Tanpa Kemiskinan. SDGs Desa nomor 1 yaitu desa tanpa kemiskinan menargetkan penurunan angka kemiskinan hingga mencapai 0% pada tahun 2030. Artinya tidak boleh ada penduduk miskin di desa. Berdasarkan RPJPN 2005-2025, masalah kemiskinan dilihat dalam kerangka multidimensi, bahwa kemiskinan bukan hanya persoalan ekonomi berupa rendahnya pendapatan, namun juga erat kaitannya dengan persoalan lain diantaranya: (i) kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin; (ii) menyangkut ada/tidak adanya pemenuhan hak dasar warga dan ada/tidak adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Sehingga kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Untuk mencapai target desa tanpa kemiskinan diperlukan kebijakan yang terintegrasi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah desa, seperti, meningkatkan pendapatan penduduk miskin, menjamin akses terhadap pelayanan dasar serta melindungi seluruh masyarakat dari segala bentuk bencana.
Adapun sasaran untuk mencapai target 0% kemiskinan di desa pada tahun 2030 diantaranya, sebanyak 100% masyarakat desa memiliki kartu jaminan kesehatan; penyandang disabilitas miskin dan perempuan kepala keluarga (PEKKA) 100 persen menerima bantuan pemenuhan kebutuhan dasar; cakupan pelayanan kesehatan, persalinan dan imunisasi, pemakaian kontrasepsi, akses air minum dan sanitasi baik 40 persen penduduk berpenghasilan terendah; akses dan layanan pendidikan; hunian yang layak untuk penduduk berpendapatan rendah; serta terpenuhinya kebutuhan dasar lainnya.
SDGs Desa Nomor 2 yaitu Desa Tanpa Kelaparan menargetkan tidak ada kelaparan di desa, desa mencapai kedaulatan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Tujuan ini sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia yang termaktub dalam prioritas ketahanan pangan dan penciptaan lapangan kerja.
Agenda kedua SDGs Desa ini bertujuan mengakhiri segala jenis kelaparan di desa pada tahun 2030 serta mengupayakan terciptanya ketahanan pangan, serta menjamin setiap orang memiliki ketahanan pangan yang baik menuju kehidupan yang sehat. Pencapaian tujuan ini membutuhkan perbaikan akses terhadap pangan dan peningkatan produksi pertanian secara berkelanjutan, yang mencakup peningkatan produktivitas dan pendapatan petani, pengembangan teknologi dan akses pasar, sistem produksi pangan yang berkelanjutan, serta nilai tambah produksi pertanian.
SDGs Desa Nomor 3 adalah Desa Sehat dan Sejahtera dimaksudkan untuk menjamin kehidupan warga desa yang sehat demi terwujudnya kesejahteraan. Tujuan ini mensyaratkan tersedianya akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan bagi warga desa. Oleh karena itu pemerintah desa dan supra desa harus menjamin tersedianya: akses warga desa terhadap pelayanan kesehatan; terjangkaunya jaminan kesehatan bagi warga desa; menurunnya angka kematian ibu (AKI); angka kematian bayi (AKB); peningkatan pemberian imunisasi lengkap pada bayi; prevalensi pemakaian kontrasepsi; pengendalian penyakit HIV/AIDS, TBC, obesitas, malaria, kusta, filariasis (kaki gajah); pengendalian penyalahgunaan narkoba, serta menurunnya angka kelahiran pada usia remaja.
SDGs Desa Nomor 4 Pendidikan Desa Berkualitas Pembangunan desa berupaya meningkatkan pendapatan bagi penduduk miskin desa, menjamin akses warga desa terhadap pelayanan dasar, serta melindungi seluruh warga desa dari segala bentuk bencana. Untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan bagi penduduk miskin desa, maka target utama dari tujuan ini adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) desa. Pendidikan merupakan bentuk investasi yang menentukan masa depan bangsa. Pendidikan menjadi syarat peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) desa.
Oleh karena itu, pemerintah desa bersama-sama dengan supra desa harus memastikan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan yang berkualitas bagi warga desa, serta akses yang mudah bagi warga desa terhadap layanan pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan SDGs Desa Pendidikan Desa Berkualitas, maka yang harus dilakukan oleh pemerintah desa dengan dukungan dari supra desa adalah akses warga desa terhadap layanan pendidikan terakreditasi; akses warga desa terhadap lembaga pendidikan pesantren; serta memastikan tersedianya layanan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau untuk warga desa. Selain itu, tujuan ini berfokus pada tersedianya layanan pendidikan keterampilan bagi warga desa, layanan pendidikan pra sekolah, pendidikan non formal, serta ketersediaan taman bacaan atau perpustakaan desa.
SDGs Desa Nomor 5 adalah Keterlibatan Perempuan Desa dimaksudkan agar pemerintah desa dengan dukungan dari berbagai pihak menjadi garda terdepan dalam pengarusutamaan gender agar pada tahun 2030 tercipta kondisi yang menempatkan semua warga desa dalam posisi yang adil, tanpa diskriminasi terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan. Selain itu juga terbukanya kesempatan yang sama dalam urusan publik bagi perempuan desa. Tercapainya tujuan SDGs Desa ini juga menyaratkan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Beberapa indikator tercapainya SDGs Desa ini adalah tersedianya ruang dan kesempatan bagi keterlibatan perempuan dalam pemerintahan desa, baik sebagai aparatur desa maupun dalam Badan Perwakilan Desa (BPD); median usia kawin pertama perempuan; layanan kesehatan untuk perempuan, dan layanan pendidikan untuk perempuan; serta keterlibatan perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.
SDGs Desa Nomor 6 yaitu Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi dimaksudkan agar pemenuhan kebutuhan dasar manusia berupa air bersih dan sanitasi yang layak dapat disediakan.Tercapainya tujuan SDGs Desa ini dapat diukur dari beberapa hal, seperti: akses rumah tangga terhadap air minum dan sanitasi layak mencapai 100 persen pada tahun 2030; terjadinya efisiensi penggunaan air minum; serta adanya aksi melindungi dan merestorasi ekosistem terkait sumber daya air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, air tanah, dan danau.
Energi sangat vital bagi penggerak perekonomian dan prasyarat dalam pembangunan. Ketersediaan energi yang cukup dan terjangkau dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas, yang mendukung pembangunan manusia berkualitas. Melalui strategi listrik desa dengan perluasan jaringan dan pembangunan pembangkit listrik di desa terpencil ditujukan agar ketersediaan energi dapat secara merata hingga di desa-desa terpencil agar dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Penyediaan infrastruktur dan teknologi pendukung untuk menyediakan energi yang bersih dah efisien akan dapat memicu pertumbuhan positif serta dapat berkontribusi terhadap upaya mengurangi dampak lingkungan. Potensi sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan meliputi sumber energi tenaga air, panas bumi, bioenergy, bahan bakar nabati, tenaga surya, energi laut.
SDGs Desa ini memastikan semua orang memiliki akses terhadap energi terbarukan. Capaian tujuan ini sampai tahun 2030 dapat diukur dengan beberapa indikator, di antaranya: konsumsi listrik rumah tangga di Desa mencapai minimal 1.200 KwH; Rumah tangga di desa menggunakan gas atau sampah kayu untuk memasak; penggunaan bauran energi terbarukan di desa.
SDGs Desa Nomor 8 dimaksudkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan hasil pembangunan. Langkah yang ditempuh dengan cara menciptakan lapangan kerja yang layak, serta membuka peluang ekonomi baru bagi semua warga desa. Indikator keberhasilan tujuan ini mencakup terserapnya angkatan kerja dalam lapangan kerja; terlaksananya padat karya tunai desa yang mampu menyerap 50 persen angkatan kerja desa; tempat kerja yang memberikan rasa aman dan dilengkapi dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
SDGs Desa Nomor 9 yakni infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan, dimaksudkan agar dapat menyediakan modal fisik dan sumber daya sebagai aspek penting dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif, maka keandalan infrastruktur desa sangat menentukan. Mulai dari infrastruktur jalan desa, jalan poros desa, maupun infrastruktur lainnya, yang mendukung aktivitas ekonomi warga desa, seperti infrastruktur bidang pertanian, perikanan, serta sektor-sektor lainnya.
Selain infrastruktur, SDGs Desa juga menekannya lahirnya inovasi di desa dalam semua bidang, seperti ekonomi, pelayanan publik, serta produk-produk unggulan desa. Oleh karena itu, SDGs Desa menggunakan beberapa indikator keberhasilan yang dapat dilakukan oleh pemerintah desa maupun supra desa, di antaranya: kondisi jalan yang andal; dermaga/tambatan perahu; pertumbuhan industri di desa; serta kontribusi industri terhadap pertumbuhan ekonomi desa.
SDGs Desa Nomor 10 dimaksudkan agar dapat menanggulangi permasalah kesenjangan, baik kesenjangan antar daerah maupun kesenjangan antar orang. Adanya kesenjangan menjadi indikator bahwa hasil pembangunan ekonomi suatu daerah atau negara, tidak dinikmati secara merata oleh berbagai kelompok kesejahteraan.
Oleh karena itu, SDGs Desa nomor 10 ini bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan kesenjangan tersebut pada tahun 2030. Untuk itulah, keberhasilan capaian tujuan ini diukur dengan koefisien Gini desa; tingkat kemiskinan di desa; status perkembangan desa; serta indeks kebebasan sipil di desa.
SDGs Desa Nomor 11 adalah kawasan pemukiman desa aman dan nyaman menjadi salah satu tujuan untuk memenuhi kebutuhan permukiman sebagai kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, agar manusia dapat menjalankan fungsi-fungsi sosial dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Pemenuhan hak atas pemukiman menyaratkan pemukiman yang layak, bersih, aman, dan berkelanjutan. Persentase jumlah rumah layak huni di perkotaan lebih banyak dibandingkan di pedesaan.
Kebutuhan permukiman layak huni dengan harga terjangkau sering kali tidak diimbangi dengan ketersediaan pemukiman yang memenuhi standar sarana prasarana yang dibutuhkan, seperti ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan, fasilitas umum, sanitasi, air bersih, dan pengelolaan limbah.
Tujuan ini, sampai dengan tahun 2030, menargetkan terwujudnya desa yang inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan, dengan beberapa target capaian kawasan permukiman yang bersih dan sehat, terciptanya keamanan lingkungan melalui swadaya masyarakat, serta terbangunnya partisipasi semua pihak dalam pembangunan desa.
SDGs Desa Nomor 12 adalah Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan terhadap bumi melalui pola produksi dan konsumsi yang sewajarnya. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting dalam mewujudkan kesejahteraan warga. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang diciptakan harus mempertimbangkan keberlanjutan. Oleh karena itu, diperlukan langkah pengurangan jejak ekologi dengan mengubah cara memproduksi dan mengkonsumsi makanan dan sumber daya lainnya.
Efisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam milik bersama, serta upaya mengurangi sampah beracun dan polutan adalah target penting untuk meraih tujuan ini. Salah satunya dengan mendorong warga, dunia usaha, serta konsumen untuk mendaur ulang dan mengurangi sampah. Untuk itulah, diperlukan pergeseran aktivitas produksi dan konsumsi yang lebih berkelanjutan.
Diperlukan kebijakan desa yang kondusif dan memiliki perspektif pelestarian lingkungan. Salah satunya ditentukan dengan penanganan limbah dan sampah sesuai kebutuhan. Penanganan sampah secara benar mendukung terciptanya pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Indikator keberhasilan SDGs Desa ini di antaranya dapat dilihat dari kebijakan desa yang mengatur tentang pengelolaan limbah dunia usaha; terjadinya efisiensi penggunaan sumber daya alam; serta usaha pengelolaan sampah rumah tangga maupun sampah dunia usaha.
SDGs Desa Nomor 13 adalah Desa Tanggap Perubahan Iklim yang dimaksudkan agar dapat menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca dan emisi CO2 yang disebabkan oleh deforestasi dan kebakaran hutan gambut dan pembakaran bahan bakar fosil untuk energi, pembangkit listrik, sektor industri, dan sektor transportasi.
SDGs Desa nomor 13 ini bertujuan untuk membantu pengurangan dampak perubahan iklim global, dengan beberapa program yang dapat dilakukan oleh pemerintah desa sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Keberhasilan capaian tujuan ini dapat dilihat dari beberapa indikator, salah satunya dengan indeks risiko bencana di desa.
SDGs Desa Nomor 14 yaitu desa Peduli Lingkungan laut yang dimaksudkan agar lingkungan laut Indonesia dengan panjang garis pantai mencapai 99.093 km dan luas wilayah perairan 6.3 juta km⊃2; serta wilayah laut yang menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Secara ekologis lautan juga menyerap 30% karbon dioksida yang diproduksi manusia. Namun yang terjadi saat ini adalah kerusakan perairan pesisir yang terus menerus karena polusi dengan rata-rata 13.000 keping sampah plastik/km⊃2; lautan, pengasaman laut,dan terjadinya over fishing. Oleh karena itu, tujuan SDGs Desa ini adalah untuk melindungi pantai dan lautan. Untuk mengukur keberhasilan capaian tujuan ini, digunakan beberapa indikator berikut: kebijakan desa terkait perlindungan sumberdaya laut; terjadinya peningkatan penangkapan ikan secara wajar; serta tidak terjadinya illegal fishing.
SDGs Desa Nomor 15 adalah desa peduli lingkungan darat yang dimaksudkan agar lahan tetap aman dan produktif sehingga dapat menjamin kebutuhan manusia untuk tinggal dan memproduksi pangan saat ini dan masa yang akan datang, serta demi melindungi sumber daya alam dan margasatwa. Indikator keberhasilan capaian tujuan ini diantaranya kebijakan pemerintah desa terkait upaya pelestarian keanekaragaman hayati; luas lahan terbuka hijau; serta jumlah satwa terancam punah.
SDGs Desa Nomor 16 adalah Desa Damai Berkeadilan yang dimaksudkan agar terwujudnya kondisi desa yang aman, sehingga dapat memastikan pemerintah desa dapat bekerja secara adil dan efektif. Oleh karena itu, beberapa upaya yang harus dilakukan Pemerintah Desa dan Supra Desa adalah mengurangi segala bentuk kekerasan secara signifikan, dan menemukan solusi jangka panjang menghadapi konflik warga desa. Selama ini kejadian kejahatan di desa masih cukup tinggi.
Oleh karena itu, SDGs Desa ini menetapkan beberapa target yang harus dicapai pada tahun 2030: tidak adanya kejadian kriminalitas, perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta kekerasan terhadap anak; lestarinya budaya gotong royong di desa; meningkatkannya indeks demokrasi di desa; serta tidak adanya perdagangan manusia dan pekerja anak.
SDGs Desa Nomor 17 yaitu Kemitraan untuk Pembangunan Desa yang dimaksudkan untuk merevitalisasi kemitraan desa karena pembangunan desa tidak akan berhasil maksimal tanpa keterlibatan pihak-pihak yang terkait mulai dari tokoh masyarakat, pemuda penggerak desa, perempuan penggerak ekonomi desa, perguruan tinggi, dunia usaha, supra desa, tentu juga aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kemitraan juga harus terjalin dengan dengan desa lain, atau dengan kelurahan. Karena hanya dengan kemitraan/kerja sama itulah pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. Semua sektor perlu diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan untuk menciptakan inovasi. Setiap desa perlu melakukan kebijakan yang terorganisir dan terkoordinir khususnya dengan supra desa, perguruan tinggi maupun dengan dunia usaha.
Untuk mengukur tercapainya tujuan ini, digunakan beberapa indikator capaian, di antaranya: keberadaan dan bentuk kerja sama desa dengan pihak ketiga; ketersediaan jaringan internet di desa; statistik desa serta komoditas dan aktivitas ekspor oleh desa.
SDGs Desa Nomor 18 yaitu Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif yang dimaksudkan untuk mendorong keberlanjutan pembangunan melalui kelembagaan desa yang kuat. SDGs Desa ini berusaha untuk mempertahankan kearifan lokal, serta melakukan revitalisasi dan menggerakan seluruh elemen lembaga-lembaga di tingkat desa. Karena, keterlibatan semua elemen desa, kuat dan berfungsinya lembaga di desa dalam kehidupan masyarakat, akan menjadi penopang kehidupan kebhinekaan di desa yang dinamis, serta pendorong tercapainya SDGs
Untuk mencapai tujuan SDGs Desa ini, digunakan beberapa indikator di antaranya lestarinya kegiatan tolong menolong dan gotong royong; partisipasi tokoh agama dalam kegiatan pembangunan desa; perlindungan warga desa terhadap kaum lemah dan anak yatim; pelestarian budaya desa; serta penyelesaian masalah warga berdasarkan pendekatan budaya.
Undang-Undang Desa memandatkan bahwa tujuan pembangunan Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah pembangunan Desa untuk pemenuhan kebutuhan saat ini dilakukan tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi Desa di masa depan.
Untuk mengoperasionalkan tujuan pembangunan Desa yang dimandatkan oleh Undang-Undang Desa, maka penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk mewujudkan 8 (delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 2 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 4 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 3 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 4 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 1 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 1 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 1 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Desa dengan Tipe ini memiliki 2 tujuan dari SDGs Desa, yaitu sebagai berikut:
Bayangkan jika ada warga Desa bertanya kepada anda, Apa itu SDGs Desa? dan Untuk apa pendataan SDGs Desa ini dilakukan?
SGDs Desa yang tertuang di dalam Permendes PDTT No.21 Tahun 2020
SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. SDGs Desa merupakan upaya terpadu yang dihadirkan sebagai alternatif aksi percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di tingkat Desa.
Urgensi SDGs Desa bagi Pemerintah Desa dan warga Desa:
Urgensi SDGs Desa bagi TPP: Sebagai alat utama untuk melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di Desa
Urgensi SDGs Desa bagi Pemerintah Pusat: Sebagai Basis perumusan Kebijakan
PRINSIP PERENCANAAN